Cari

Quick Info

WATCH_DOGS 2 banyak menuai pujian, terutama di PC mengingat optimasi yang bagus yang dibawanya. Tentu ini menjadi angin segar bagi PC gamer ketika di beberapa waktu lalu terdapat beberapa game level AAA yang memiliki optimasi buruk ketika diluncurkan.
Semoga apa yang dilakukan WD2 menjadi tren di PC gaming tahun depan :)

31 Maret 2014

Antara Pemilu dan Proposal Kegiatan : Sebuah Analogi

Wah...saya akhirnya punya niat untuk menulis kembali. Kali ini sedikit OOT dari tema blog saya, karena ga ada hubungannya sama sekali. Kali ini saya akan berbicara mengenai politik, menurut kacamata awam seorang yang sehari-hari berkecimpung di bidang IT. Adapun yang ingin saya utarakan adalah uneg-uneg saya, yang terus membuncah di kepala saya. Sebuah curhatan yang saya bungkus dalam bentuk analogi.

Jadi begini, kita tahu bahwa sebentar lagi akan ada pemilu. Pemilu kali ini begitu spesial bagi saya, karena untuk pertama kali saya memiliki hak (baca : kewajiban) untuk menentukan nasib bangsa, apakah akan begitu saja atau semakin buruk. Sayangnya, karena sedang berada di perantauan, saya terancam gagal menggunakan hak pilih saya. Memang ada bantuan dari pihak BEM UI untuk membantu mahasiswa perantauan seperti saya, namun sayangnya (lagi) saya baru ingat ketika masa tenggatnya sudah lewat. Ya sudah apa mau dikata, saya harus menunggu lagi (kecuali jika mereka membuka kesempatan di saat pilpres).

Daripada bergalau karena tidak dapat memilih, lebih baik saya mencurahkan opini saya. Tentang mereka. Pihak yang akan dipilih, maupun pihak yang menyarankan untuk memilih. Di sini, saya akan sebut mereka sebagai pihak panitia. Pihak kedua adalah saya, Anda, dan seluruh warga Indonesia yang berhak memilih. Pihak kedua ini saya namakan sebagai sponsor. Lalu, kegiatan pemilu (baik untuk legislatif atau eksekutif) saya namakan sebagai acara. Mengapa penamaannya seperti itu? Ya agar lebih mudah memahami analogi yang selanjutnya dibahas.

Bagi mahasiswa, jurusan apa pun, ketika membuat suatu kegiatan, akan menemukan satu kendala yang sama : pendanaan. Ya, saya sendiri selalu menemui kendala ini di setiap kepanitiaan yang saya ikuti sejak SMA. Jika Anda beruntung, Anda akan mudah mendapat pemberi dana atau sponsor. Jika tidak? Bisa jadi dana talangan dari panitia yang terpaksa digunakan. Itu juga belum tentu cukup.

Ketika mencari dana ke sponsor, tentu Anda akan datang menjelaskan panjang lebar tentang acara yang akan Anda adakan, disertai dengan proposal kegiatan. Tujuannya agar sponsor yakin pada Anda, dan akhirnya memberikan dana ke pihak Anda dengan berbagai persyaratan. Biasanya sih dalam bentuk pemajangan logo ini itu dan sebagainya. Singkatnya, ada timbal baliknya buat sponsor.

Lantas, dana sudah ada, konsep program dan keperluan lain telah siap. Beberapa permintaan sponsor telah dipenuhi. Maka acara Anda pun berlangsung dengan sukses dan tujuan acara Anda telah tercapai. Anda akan ucapkan terima kasih kepada sponsor, dan yang membuat Anda terkejut, pihak sponsor malah lebih bahagia dari Anda. Ternyata acara Anda memberi rezeki baru untuk pihak sponsor, sehingga kisah ini berakhir happy ending untuk kedua belah pihak.

Lalu, apa hubungannya dengan pemilu? Para peserta pemilu adalah pihak panitia. Kita, para pemilih, adalah sponsor. Pemilu adalah acara mereka, dan menjadi anggota legislatif atau eksekutif adalah tujuan acara mereka. Mengapa kita menjadi sponsor? Karena hanya dengan suara kita, mereka dapat mencapai tujuan acara mereka. Suara kita layak dianalogikan dengan dana di kepanitiaan sebenarnya.

Sayangnya, mereka tidak serius menjelaskan tentang siapa mereka, apa tujuan mereka, dan apa yang kita dapat sebagai timbal balik atas suara yang akan kita beri. Sebagai sponsor, sah saja jika kita menuntut kejelasan dari mereka. Dan, sayangnya lagi, kita tidak mendapatkan kejelasan tersebut. Memang, dari pihak KPU sudah menyediakan portal informasi caleg. Namun sekali lagi, kita sebagai sponsor harus bekerja ekstra.

Portal tersebut hanya menyediakan data untuk caleg DPR RI, dan datanya dalam bentuk PDF yang harus di-download. Intinya, sebagai sponsor, kita tidak dihormati oleh para caleg. Alih-alih, mereka memilih untuk memasang baliho yang isinya hanya foto, nama selengkap mungkin, atribut partai, dan daerah pilih (dapil). Oh ya, saya lupa. Mereka, rata-rata, juga menyertakan tag yang sekilas hasil copy-paste dari template. Kata-kata seperti "bersih, jujur, amanah, mewakili aspirasi rakyat, dll". Apa itu yang ingin dijadikan modal untuk meyakinkan sponsor? 

Apa sulitnya mengubah format baliho. Atau juga sertakan data diri, latar belakang, pemikiran, dan solusi nyata yang akan dibawa dan diterapkan ketika terpilih ke dalam selebaran yang ditempel di lokasi yang mudah dijangkau segala lapisan masyarakat. Atau dalam bentuk situs web. Bukankah sponsor berhak atas timbal balik? Kita juga seperti itu. Kita butuh kepastian mau dibawa kemana suara kita. Suara yang di TV dikatakan begitu berharga. Semoga gelaran pemilu kali ini berakhir happy ending untuk pihak mereka dan pihak kita. Atau, kalau pun ada yang tidak sesuai rencana, saya harap yang rugi adalah pihak mereka, bukan pihak kita. Toh jumlah kita jauh lebih besar dari mereka. Toh peran kita sangat vital bagi mereka demi mewujudkan tujuan mereka. 

Kesimpulannya, jangan mau memilih mereka yang malu-malu menceritakan tentang latar belakang mereka, karena secara tidak langsung mereka mengabaikan hak kita. Jangan mau membeli kucing dalam karung, begitu saya mengutip kata istilah. Karena hanya orang tidak baik yang tidak berani terbuka. Dan jika sudah begitu, masih yakin memilih yang tidak baik? :)

---

Disclaimer : Artikel ini murni tulisan saya. Adapun ide orisinal berasal dari suatu artikel di internet yang saya lupa link-nya. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa masyarakat tidak perlu ke TPS untuk memilih jika pihak caleg tidak berusaha menyebarkan data diri sebanyak mungkin. Sedangkan mengenai analogi murni dari saya. Dan satu lagi, saya adalah pihak netral, tidak berafiliasi ke partai mana pun. Saya hanyalah satu dari begitu banyak masyarakat yang menginginkan pemilu memberi andil positif yang signifikan untuk negeri dan bangsa Indonesia, bukan untuk mereka yang terpilih atau partai politiknya.

Tidak ada komentar: