Wah, ga terasa udah hari raya aja. Sekalian deh ngucapin,
mohon maaf lahir bathin semuanya :D. Kali ini, saya akan coba melanjutkan
kembali seri CAK yang ketiga, yang ngebahas tentang SKS. Apaan sih itu SKS? Mari
kita lihat bersama.
Well, SKS sebenarnya udah cukup familiar dengan telinga para
pejuang kursi PTN. Pengalaman saya sih, pas dulu dengar kata SKS, langsung
mikir deadliner, karena SKS dulunya berarti “Sistem Kebut Semalam”. Nah,
setelah kuliah di Fasilkom UI, saya baru tau SKS memiliki arti lain. Terima kasih
Fasilkom UI. #eh.
Jadi, SKS itu artinya “Satuan Kredit Semester”. Kalo udah
baca dua edisi awal CAK, bakalan ngerti kalo tiap semester kita bisa ambil
beberapa mata kuliah. Dan matkul memiliki bobotnya masing-masing yang disebut
SKS. Biar ga bingung, saya jelaskan dari awal aja dah. Ketika kamu diterima
jadi maba S1, kamu pasti ingin wisuda. Untuk mencapai wisuda, kamu harus
menyelesaikan pendidikan dengan jumlah beban tertentu, bukan jumlah waktu. Jumlah
beban memiliki satuan bernama SKS. Ambil contoh kampus saya. Aturannya, agar
bisa wisuda, mahasiswa harus menyelesaikan minimal 144 SKS matkul, dengan dua
catatan : 144 SKS yang diambil harus lulus semua dengan minimal nilai C di tiap
matkul; dan diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 6 tahun.
OK, sederhananya lagi begini. Ibarat mau beli motor baru
nih. Harganya katakan saja 10 juta tanpa DP, dengan angsuran 500 ribu sebulan. Agar
motor sepenuhnya milik sendiri, kamu pastinya harus melunasi total 10 juta
dalam waktu paling lama 20 bulan kan? Kalau lewat, maka motornya akan diambil
pihak penjual. Nah, sistem perkuliahan juga begitu. Motor baru dianalogikan
dengan wisuda, harga 10 juta sebagai beban akademis (dalam SKS), angsuran
sebagai banyaknya matkul yang diambil dalam satu semester (dalam SKS), dan
waktu angsuran sebagai batas waktu akademis, yang mana jika sudah melewati
batas, mahasiswa harus keluar dengan status DO.
Mari kembali ke contoh yang saya alami. 144 SKS dalam
maksimal 6 tahun. Jika dibagi berarti sekitar 12 SKS satu semester. Namun,
perhatikan kata “maksimal”. Berarti bisa kurang? Tentu saja. Paling cepat
biasanya 3,5 tahun, dan normalnya 4 tahun. Coba bagikan 144 (SKS) dengan 8
(semester). Hasilnya adalah sekitar 18 SKS. Di UI, dalam satu semester,
mahasiswa boleh mengambil maksimal 25 SKS, dengan syarat IP sebelumnya
mencukupi. Dengan perhitungan semester awal hanya 20 SKS, lalu semester kedua
sampai selanjutnya ambil 25 SKS, maka saya bisa lulus dalam waktu ((144 – 20) /
25) + 1 = 6 semester atau 3 tahun! Tapi, berat loh ngambil 25 SKS. Sumpah!
Kalo saya memainkan strategi main aman, yaitu ambil SKS
berjumlah normal (sekitar 20) per semester. Dengan jumlah begitu, saya yakin
lebih bisa fokus yang berujung pada hasil yang lebih maksimal. Dengan strategi
itu, jika terus berjalan lancar, saya akan tamat dalam waktu tepat 8 semester,
dengan catatan semester terakhir saya khususkan untuk matkul Skripsi yang
bobotnya 6 SKS. Sejauh dua semester yang sudah saya lewati, rencana masih
berjalan mulus, dengan total 41 SKS sudah di tangan. Tinggal 103 SKS lagi :D.
Nah, uda ngerti belum? Silahkan atur strateginya, jadi bisa
lulus sesuai perkiraan. Jangan sampai terlalu lama, mendapat gelar “maba” atau
mahasiswa abadi, hingga akhirnya di-DO. Wuih,...apaan itu DO? DO itu artinya
Drop Out. Dikeluarkan secara tidak hormat. Sedih banget kan? Udah berjuang
mati-matian supaya bisa masuk PTN, bayar biaya masuk yang mahal, belum wisuda
udah dikeluarkan. Makanya, maba kudu aware sama target incaran si DO ini. Targetnya
adalah mahasiswa yang “bandel luar biasa”, merusak nama baik almamater, dan
gagal secara akademis.
Ok, dua pertama bisa dihindari. Tapi yang ketiga, kalo ga
belajar dengan sungguh-sungguh, bisa kena loh. DO-nya bahkan bisa menimpa maba
sekali pun. Di Fasilkom UI misalnya, ada aturan batas SKS yang harus
diselesaikan per tahun. Untuk tahun pertama, mahasiswa harus minimal berhasil
lulus sebanyak 24 SKS, di tahun kedua sebanyak 48 SKS, dan tahun keempat
sebanyak 96 SKS. Jika di tiap akhir tahun jumlah SKS yang lulus belum mencapai
minimum, ya maaf, bakalan kena DO. Selain itu, ya batasan 6 tahun tadi. Jika sampai
akhir tahun keenam belum juga dinyatakan boleh wisuda, yaudah maaf lagi nih,
bakalan kena DO. Udah tau kan? Keep aware!
Balik ke SKS lagi. Apa sih hakikatnya SKS itu? SKS bisa
dinyatakan sebagai jam. Pas di sekolah, misalnya Matematika berjumlah 5 jam
pelajaran per minggu, maka SKS juga sama dengan jam pelajaran tsb. Jika matkul
Bahasa Inggris (misalnya) berbobot 3 SKS, maka setara dengan 3 jam kuliah. Satu
jam kuliah ga mesti pas 60 menit. Di UI, satu jam kuliah sebesar 50 menit. Kata
dosen saya, satu SKS ga hanya 50 menit tatap muka di kelas bareng dosen, namun
juga 50 menit untuk belajar mandiri, ditambah 50 menit untuk diskusi di forum
online. Total 150 menit harus disisihkan untuk satu SKS. Itu sih sebaik-baiknya
mahasiswa. Hehehe.
Kenapa tatap muka lebih sedikit daripada non tatap muka? Ini
karena pihak universitas mau mahasiwa menjadi “self-learner”, dan dosen
hanyalah pembina. Banyaknya waktu yang harus dialokasikan untuk belajar tanpa
didampingi dosen, mencerminkan niatan universitas. Ini sangat berguna loh,
misalnya di dunia kerja nanti. Saat kita dituntut berpikir “outside of the box”,
maka ga jarang kita harus belajar sendiri. Siapa juga yang bisa dijadikan “dosen”
di tempat kerja. -_-
Oh ya, masalah SKS juga berpengaruh ke penilaian. Semakin besar
SKS suatu matkul (misalkan 4 atau 6 untuk satu matkul), semakin mudah
mendongkrak atau menghancurkan IP di akhir semester. Wah kenapa begitu? Nantikan
di edisi CAK selanjutnya yang akan membahas IP dan IPK!
Dan satu lagi...tweet favorit saya (dari akunnya Mas Nasri :D) sebagai penutup (mumpung masih suasana lebaran) :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar